Sunset

 


Matahari perlahan turun di ufuk barat, memancarkan warna-warna hangat yang menari di langit sore. Di tepi pantai, Alya duduk sambil menggenggam tangan Bima. Mereka baru saja selesai menikmati makan malam piknik sederhana di atas pasir putih. Angin laut yang sejuk mengusap lembut wajah mereka, membawa aroma asin khas laut yang menenangkan.


Alya memandang ke arah matahari terbenam, warna oranye dan merah muda menyatu dengan sempurna. "Indah sekali, ya?" katanya dengan suara lembut.


Bima tersenyum, matanya juga terpaku pada keindahan alam di hadapan mereka. "Ya, seperti setiap momen yang kita habiskan bersama," jawabnya.


Alya tersenyum mendengar kata-kata manis dari Bima. Mereka sudah bersama selama lima tahun, namun setiap saat seperti ini selalu terasa baru dan istimewa. Matahari terus turun, menciptakan bayangan panjang di pasir yang lembut. Burung-burung laut terbang beriringan, seolah-olah ikut merayakan keindahan senja.


"Bima, apa kamu pernah berpikir tentang masa depan kita?" tanya Alya tiba-tiba.



Bima menoleh, menatap dalam-dalam mata Alya yang berkilau dalam cahaya senja. "Tentu, setiap hari," jawabnya tanpa ragu. "Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu."


Alya merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Aku juga, Bima. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu."


Bima merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru. "Alya, aku ingin membuat momen ini lebih sempurna," katanya sambil membuka kotak itu, memperlihatkan cincin berlian yang berkilau. "Maukah kamu menikah denganku?"


Air mata bahagia mengalir di pipi Alya. "Ya, Bima, aku mau!" jawabnya dengan suara bergetar.


Bima memasangkan cincin itu di jari manis Alya, dan mereka berpelukan erat. Matahari akhirnya tenggelam sepenuhnya, meninggalkan langit dengan cahaya lembut yang memudar. Namun, bagi Alya dan Bima, malam itu adalah awal dari cahaya baru dalam kehidupan mereka, sebuah janji untuk selalu bersama, dalam setiap matahari terbit dan terbenam.

Posting Komentar

0 Komentar